Sebelum Jakarta menjadi seperti sekarang, ibu kota dibangun oleh gubernur Ali Sadikin dari tahun 60-an, yang juga dikenal sebagai Bang Ali.
Bang Ali mencari cara untuk meningkatkan pemasukan APBN karena anggaran terlalu kecil untuk membangun Jakarta menjadi ibu kota yang dikenal secara internasional dengan infrastruktur pendukung.
Dalam upayanya untuk mendorong perjudian di Jakarta, dia mendirikan beberapa tempat khusus untuk berjudi dan menarik pajak dari tempat-tempat tersebut.
waktu ketika pemerintah mengizinkan permainan judi di Jakarta Kota ini memiliki banyak tempat perjudian yang diizinkan. Contohnya adalah kasino di Gedung Hailai Ancol, Arena Pacuan Kuda Pulomas, dan arena balap anjing Senayan.
Gedung Hailai Ancol adalah tempat bertaruh olahraga selain kasino, yang menawarkan berbagai permainan meja dan mesin slot. Namanya berasal dari olahraga unik di kasino ini, jai alai.
Jai alai, olahraga asal Spanyol yang mirip dengan squash, menggunakan sarung tangan khusus yang disebut cesta daripada raket untuk memantulkan bola ke dinding. Sirkuit Bina Ria, yang terletak tidak jauh dari Hailai, juga memungkinkan orang untuk pasang taruhan untuk balapan otomotif.
Salah satu aturan yang ditetapkan Bang Ali saat membuka tempat judi di Jakarta adalah pakaian yang harus dikenakan oleh pengunjung. Orang yang bertaruh harus mengenakan pakaian rapih lengkap, seperti jas, dasi, dan sepatu, untuk mempertahankan prestise tempat. Akibatnya, pada tahun 1970-an, Hailai menjadi tempat yang dihormati.
PT Philindo Sporting Amusement and Tourism Corporation—anak perusahaan PT Pembangunan Jaya Ancol dan Seven Seas Finance and Trade Corporation Manila—sedang membangun kompleks Hailai seluas 550 hektar dengan investasi US$1,5 juta.
Gedung Hailai pada akhirnya diresmikan oleh Menteri Perhubungan Frans pada 17 Mei 1971. Banyak pejudi dari Amerika Serikat dan Filipina datang ke sana. Hailai memiliki banyak pengunjung domestik dan asing, dan dengan meraup omzet sebesar Rp 12,5 juta per hari, terbukti meningkatkan pemasukan APBN.
Meskipun Hailai sangat terkenal pada saat itu, ada orang yang tidak menyukainya. Setelah Hailai meninggal pada 3 Oktober 1972, ini menjadi jelas. Setelah penyelidikan polisi, ternyata ada orang yang bertanggung jawab atas kebakaran tersebut.
Tempat judi resmi dan ibu kota mengalami kemajuan besar selama masa kejayaan Hailai. Namun, ketika masa jabatan Bang Ali sebagai gubernur Jakarta berakhir, juga judi di ibu kota berhenti. Setelah judi dilarang di Indonesia pada tahun 1981, Hailai menjadi satu-satunya kasino di Jakarta.
Gedung Hailai masih dipertahankan, meskipun tidak lagi berfungsi sebagai kasino. Sebaliknya, sekarang menjadi tempat tinju untuk berbagai kejuaraan tinju, seperti Kejuaraan Tinju Nasional Tinju Yunior IV dan Piala Sentot II.
PT Jaya Ancol dan PT Philindo kemudian menyewa gedung Hailai dan mengubahnya menjadi restoran, bar, dan kantor PBSI.
Sebagai kasino pertama di Jakarta pada tahun 1988, hanya kantor PBSI yang selamat dari kebakaran gedung berlantai tiga.
Hailai bangkit lagi dengan nama baru, International Hailai Executive Club. Sebagai kasino pertama di Jakarta, sekarang Hailai menjadi tempat untuk pecinta musik live yang telah melihat banyak musisi kelas dunia beraksi di panggungnya.
Selain itu, kasino ini menghidupkan kembali sejumlah festival besar, termasuk Faces of Indonesia dan Festival Sinetron Indonesia.
Dengan munculnya milenium baru, International Hailai Executive Club mulai kehilangan popularitasnya dan pada akhirnya tutup untuk selamanya. Meskipun demikian, Hailai kembali menarik perhatian si jago merah pada 2019, ketika gedungnya kembali menarik perhatian mereka. Sekarang dia telah berhasil melarikan diri.
Gedung Hailai telah dikosongkan sejak lama dan akan dirobohkan sebelum kebakaran kembali alami. Sampai saat ini, tidak jelas apakah Hailai akan dibangun kembali, dan di mana itu akan dilakukan. Kami berharap Hailai dapat bangkit kembali sebagai ikon Jakarta seperti yang dia lakukan saat mendirikan kasino pertama dan terakhir kota.